Nasehat

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

menghidupkan sunnah nabi yang kian terasing

Menghidupkan Sunnah Nabi yang Kian Terasing (ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.) Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mewasiatkan umatnya agar berpegang dengan kuat pada ajaran (Sunnah) beliau. Namun kini umatnya lebih banyak yang meninggalkan ajaran Nabinya, meski di sana menanti adzab yang keras dari Allah. Sunnah Nabi, sebuah istilah yang kerap kita mendengarnya. Bahkan sering pula mengucapkan karena As Sunnah (petunjuk/ ajaran Nabi) adalah sesuatu yang menjadi landasan hidup kita sebagai penganut ajaran Islam. Kita semua sepakat untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan As Sunnah dan bersepakat pula bahwa yang merendahkannya berarti menghinakan Islam dan ajaran Nabi r. Namun jika kita menengok realita yang ada, apa yang dilakukan kaum muslimin dalam mengagungkan Sunnah Nabi nampaknya sudah jauh dari yang semestinya. Bahkan keadaannya sangat parah. Tidak tanggung-tanggung, di antara mereka ada yang menolak dengan terang-terangan As Sunnah yang tidak mutawatir1 dan mengatakan hadits ahad bukan hujjah (dalil) dalam masalah akidah. Ada pula yang menolak dan mengingkari Sunnah Nabi secara total dengan berkedok mengikuti Al Qur`an saja. Padahal Al Qur`an tidak mungkin dipisahkan dari As Sunnah. Al Qur`an memerintahkan untuk mengambil apa saja yang datang dari Nabi yaitu Sunnahnya. Ada pula yang dengan terang-terangan menolak hadits Nabi karena dinilai tidak sesuai dengan akal. Bentuk yang lebih parah dari ‘sekedar’ menolak adalah mengolok-olok As Sunnah dan orang-orang yang mencoba berjalan di atasnya. Sangat disayangkan sikap-sikap seperti ini justru kadang dimiliki oleh orang-orang yang terjun ke kancah dakwah. Padahal lisan mereka juga mengatakan bahwa kita wajib mengagungkan As Sunnah. Mengagungkan As Sunnah adalah perkara yang besar dan bukan sekedar isapan jempol. Ia butuh bukti nyata dan praktek dalam kehidupan. Namun kini keadaannya justru sebaliknya, banyak orang menolaknya. Nabi telah mengisyaratkan akan datangnya keadaan ini: “Sungguh-sungguh aku akan dapati salah seorang dari kalian bertelekan (tiduran) di atas dipannya, (lalu) datang kepadanya sebuah perintah dari perintahku atau larangan dari laranganku lalu dia mengatakan: ‘Saya tidak tahu itu. Apa yang kami dapatkan dalam kitab Allah kami ikuti.’”(Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dari Abu Rafi’, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, 7172) Yakni mereka menolak Sunnah Nabi dengan alasan hanya mengikuti Al Qur`an. Makna Sunnah Nabi Yang dimaksud dengan Sunnah Nabi adalah petunjuk dan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah r. Di dalamnya mencakup perkara-perkara yang hukumnya wajib maupun sunnah, yang berkaitan dengan akidah maupun ibadah dan yang berkaitan dengan muamalah maupun akhlak. Para ulama Salaf mengatakan bahwa As Sunnah artinya mengamalkan Al Qur`an dan hadits serta mengikuti para pendahulu yang shalih serta ber-ittiba’ (berteladan) dengan jejak mereka. (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah, 2/428, Ta’zhimus Sunnah, hal. 18) Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan As Sunnah pada asalnya adalah jalan yang ditempuh, dan itu meliputi sikap berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh Nabi dan para khalifahnya baik berupa keyakinan, amalan, maupun ucapan. Dan inilah makna As Sunnah secara sempurna. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hadits no. 28) Itulah yang dimaksud dalam pembahasan ini, sehingga kita tidak terpaku pada istilah sunnah menurut ahli fiqih atau sunnah menurut ahli ushul fiqih atau sunnah dalam arti akidah, tetapi mencakup itu semua. Sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi: “Wajib atas kalian berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah para Al-Khulafa` Ar-Rasyidin…” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 2549) Perintah Memuliakan Sunnah Allah berfirman: “Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka ambillah sedang apa yang beliau larang darinya maka berhentilah.” (Al-Hasyr: 7) Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Perintah ini mencakup prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya baik lahir maupun batin, dan bahwa yang dibawa oleh Rasul maka setiap hamba harus menerimanya dan tidak halal menyelisihinya. Apa saja yang disebut oleh Rasul seperti apa yang disebut oleh Allah, tidak ada alasan bagi seorangpun untuk meninggalkannya dan tidak boleh mendahulukan ucapan siapapun atas ucapan Rasul.” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 851) “Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia menaati Allah.” (An Nisa`: 80) Maksudnya, setiap orang yang taat kepada Rasul r dalam perintah dan larangan berarti ia taat kepada Allah, karena Nabi r tidak memerintah atau melarang kecuali dengan perintah dari Allah. Ini berarti pula bahwa Nabi r terlindungi dari kesalahan karena Allah memerintahkan kita untuk taat kepadanya secara mutlak. Kalau seandainya beliau tidak ma’shum (terjaga dari salah) pada apa yang beliau sampaikan dari Allah, tentu Allah tidak akan memerintahkan taat kepadanya secara mutlak dan tidak memujinya. (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 189 dan Tafsir Ibnu Katsir, 2/541) “Dan tidaklah ada pilihan bagi seorang mukmin atau mukminah jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sebuah perkara pada urusan mereka.” (Al-Ahzab: 36) Ibnu Katsir mengatakan: “Ayat ini umum meliputi seluruh perkara, yaitu jika Allah dan Rasul-Nya menetapkan hukum sebuah perkara maka tidak boleh bagi seorangpun untuk menyelisihinya. Tidak ada peluang pilihan, ide atau pendapat bagi siapapun di sini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/498) Ketiga ayat ini menunjukkan secara jelas bagaimana semestinya kita menempatkan Sunnah Nabi, yakni wajib mengambilnya dan merupakan keharusan yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan As Sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah melakukan ketaatan kepada Allah. Hal itu karena Allah jadikan Nabi-Nya sebagai penjelas Al Qur`an sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan kami turunkan kepadamu Al Qur`an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44) Selanjutnya kita lihat bagaimana hadits-hadits yang memerintahkan untuk mengikuti As Sunnah, di antaranya: Dari Al-’Irbadh bin Sariyah z, ia berkata: “Rasulullah r memberikan sebuah nasehat kepada kami dengan nasehat yang sangat mengena, hati menjadi gemetar dan matapun berderai air mata karenanya, maka kami katakan: ’Wahai Rasullullah, seolah-olah ini nasehat perpisahan maka berikan wasiat kepada kami’, lalu beliau katakan: ‘Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbedaan yang banyak, maka wajib atas kalian bepegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Al-Khulafa` Ar-Rasyidin, gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 2549) Demikian Nabi r mewasiatkan kepada para shahabat beberapa wasiat penting, di antaranya perintah untuk berpegang teguh dengan Sunnahnya dan Sunnah para Al-Khulafa‘ Ar-Rasyidin. Bahkan beliau menyuruh untuk menggigitnya dengan gigi kita yang paling kuat. Di masa shahabat saja Rasulullah r telah berwasiat demikian, lebih-lebih di jaman sepeninggal beliau di mana kondisi masyarakat dari sisi keagamaan semakin buruk dengan munculnya berbagai perselisihan dan bid’ah pada perkara-perkara yang prinsipi [l]. Beberapa orang datang kepada istri Nabi r menanyakan amalan yang dilakukan oleh Nabi r di saat sendirian. Setelah mendengar jawabannya merekapun menganggap bahwa diri mereka sangat jauh dari apa yang dilakukan oleh Nabi r sehingga masing-masing menetapkan azam (tekad)-nya. Salah satu dari mereka berkata: “Saya tidak akan menikahi wanita.” Yang lain mengatakan: “Saya tidak akan makan daging,” dan yang lain mengatakan: “Saya tidak akan tidur di kasur.” Sampailah berita itu kepada Nabi r maka beliaupun berpidato dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya lantas berkata: “Mengapa ada orang-orang yang mengatakan demikian dan demikian, (padahal) saya bangun shalat malam dan saya juga tidur, saya puasa dan saya terkadang tidak berpuasa, dan saya juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak suka dengan Sunnahku, dia bukan dari golonganku.” (Shahih, HR. Muslim, 9/179) Coba kita amati kisah ini. Beberapa shahabat datang dengan maksud baik, lalu mereka ber-azam untuk meninggalkan beberapa kenikmatan dengan tujuan memperbanyak ibadah sehingga bisa mendekati amalan Nabi r. Namun niatan itu justru mengakibatkan ditinggalkannya beberapa sunnah, petunjuk dan jalan Nabi r yaitu menikah, memberikan hak jasmani dengan tidak puasa setiap hari dan tidak bangun sepanjang malam walaupun untuk ibadah. Maka Nabi r menganggap hal itu tidak baik sehingga mengatakan: “Barangsiapa yang benci terhadap Sunnahku maka bukan dari golonganku.” Jadi, sekedar niat baik saja tidak cukup bila tanpa disertai cara yang baik pula. Kalau keadaan mereka saja seperti ini lalu bagaimana dengan yang sengaja meninggalkan Sunnah Nabi dengan niat jelek? Lalu bagaimana lagi yang menghina Sunnah Nabi atau bahkan mengingkarinya?! Demikian ayat dan hadits mendudukkan Sunnah Nabi pada tingkat yang sangat tinggi. Oleh karenanya kita dapati para shahabat Nabi benar-benar menghargai dan menjadikannya sebagai panutan hidup, bahkan sangat takut kalau-kalau mereka menyelisihi As Sunnah sehingga menyebabkan kesesatan mereka dari jalan yang lurus. Kita dapati Abu Bakr Ash-Shiddiq z mengatakan: “Saya tidak meninggalkan sesuatu yang Rasulullah melakukannya kecuali saya pasti melakukannya juga, dan saya takut jika saya tinggalkan sesuatu darinya lalu saya sesat.” Wahai saudaraku… orang yang paling jujur (Abu Bakr) khawatir dirinya tersesat jika menyelisihi sesuatu dari jalan Nabi r. Maka bagaimana jadinya dengan sebuah jaman yang penduduknya mengolok-olok Nabi r mereka dan perintah-perintahnya bahkan berbangga dengan menyelisihi dan mengolok-oloknya? Kami memohon perlindungan kepada Allah dari perbuatan salah dan memohon keselamatan dari amal yang jelek. Demikian dikatakan oleh Ibnu Baththah t, seorang ulama akidah yang hidup pada abad keempat hijriyah dalam kitab Al-Ibanah, 1/246, (lihat Ta’zhimus Sunnah, hal. 24). Lalu bagaimana jika beliau hidup di jaman kita? Apa yang kira-kira akan beliau katakan? Seorang tabi’in bernama Abu Qilabah t mengatakan: “Jika kamu ajak bicara seseorang dengan As Sunnah lalu dia mengatakan: ‘Tinggalkan kami dari ini dan datangkan Kitabullah.’ Maka ketahuilah bahwa dia sesat.” (Thabaqat Ibni Sa’d, 7/184, Ta’zhimus Sunnah, hal. 25) Demikian pula yang enggan menerima Sunnah Nabi karena lebih cenderung kepada pendapat seseorang maka dia berada dalam bahaya besar. Seperti dikatakan Abdullah bin ‘Abbas c ketika datang kepadanya seseorang yang yang seolah-olah mengadu Sunnah Nabi dengan pendapat Abu Bakar dan ‘Umar c, maka Abdulllah bin Abbas c mengatakan: “Hampir-hampir turun kepada kalian bebatuan dari langit, aku katakan Rasullullah berkata demikian, dan kalian katakan Abu Bakar dan ‘Umar berkata demikian?!” (Riwayat Ahmad dengan sanad hasan, lihat Tahqiq Fathul Majid hal. 451 oleh Walid Al-Furayyan) Maka sangat mengherankan kalau seseorang mengetahui As Sunnah lalu meninggalkannya dan mengambil pendapat yang lain, sebagaimana diingatkan oleh Al-Imam Ahmad t: “Saya merasa heran terhadap sebuah kaum yang tahu sanad hadits dan keshahihannya, lalu pergi kepada pendapat Sufyan (maksudnya Sufyan Ats-Tsauri t -red). Padahal Allah I berfirman: ‘Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih’ (An-Nur: 63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adalah syirik.” (Fathul Majid, hal. 466) Demikian pula suatu saat Al-Imam Asy-Syafi’i t ditanya tentang sebuah masalah maka beliau mengatakan bahwa dalam masalah ini diriwayatkan demikian dan demikian dari Nabi r. Maka si penanya mengatakan: “Wahai Al-Imam Asy-Syafi’i, apakah engkau berpendapat sesuai dengan hadits itu?” Maka beliau langsung gemetar lalu mengatakan: “Wahai, bumi mana yang akan membawaku dan langit mana yang akan menaungiku, jika aku riwayatkan hadits dari Nabi kemudian aku tidak memakainya?! Tentu, hadits itu di atas pendengaran dan penglihatanku.” (Shifatus Shafwah, 2/256, Ta’zhimus Sunnah, hal. 28) Dalam kesempatan lain beliau t ditanya dengan pertanyaan yang mirip lalu beliau gemetar dan menjawab: “Apakah engkau melihat aku seorang Nasrani? Apakah kau melihat aku keluar dari gereja? Ataukah engkau melihat aku memakai ikat di tengah badanku (yang biasa orang Nasrani memakainya -red)? Saya meriwayatkan hadits dari Nabi lalu saya tidak mengambilnya sebagai pendapat saya?!” (Miftahul Jannah, 6) Demikian tinggi nilai Sunnah Nabi dalam dada mereka sehingga rasanya sangat mustahil mereka meninggalkannya. Bahkan tidak terbayang ada seorang muslim yang berani meninggalkan Sunnah Nabi yang telah diketahui. Pahala bagi Orang yang Berpegang dengan Sunnah Nabi Karena pentingnya mengagungkan Sunnah Nabi sekaligus beratnya tantangan bagi yang mengagungkannya maka Allah sediakan pahala yang besar bagi mereka yang berpegang teguh dengannya dan menjunjungnya tinggi-tinggi. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Seseorang bertanya: “Lima puluh dari mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Pahala lima puluh dari kalian.” (Shahih, HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 494 dan kitab Al-Qabidhuna ‘Alal Jamr) Di hadits yang lain Nabi r bersabda: “Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih, HR. Abu ‘Amr Ad-Dani dari shahabat Ibnu Mas’ud z, lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 1273) Demikian pula Allah menjamin hidayah bagi orang-orang yang mengikuti Nabi r dalam firman-Nya: “Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (An-Nur: 54) Hidayah untuk menempuh jalan yang lurus baik dengan ucapan atau perbuatan, di mana tidak ada jalan menuju kepada hidayah kecuali dengan taat kepada Rasulullah r. Adapun tanpa itu maka tidak mungkin, bahkan mustahil. (Taisir Al-Karim Ar-rahman, hal. 572-573) Semakna dengan ayat itu, hadits Nabi r yang berbunyi: “Sesungguhnya setiap amalan itu ada masa giatnya dan setiap giat itu ada masa jenuhnya maka barangsiapa yang jenuhnya itu kepada Sunnahku berarti ia mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang masa jenuhnya itu kepada selainnya maka ia binasa.” (Shahih, HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu ‘Amr, lihat Shahihul Jami’ no. 2152) Selama seseorang berada di atas Sunnah Nabi maka dia tetap berada di atas istiqamah. Sebaliknya, jika tidak demikian berarti ia telah melenceng dari jalan yang lurus sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Umar z: “Manusia tetap berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi.” (Riwayat Al-Baihaqi, dalam Al-Madkhal no. 220, lihat Miftahul Jannah no.197) ‘Urwah t mengatakan: “Mengikuti Sunnah-Sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.” (Riwayat Al-Baihaqi, dalam Al-Madkhal no. 221, Miftahul Jannah no. 198) Seorang tabi’in bernama Ibnu Sirin t mengatakan: “Dahulu mereka mengatakan: Selama seseorang berada di atas jejak Nabi r maka dia berada di atas jalan yang lurus.” (Riwayat Al-Baihaqi, dalam Al-Madkhal no. 230, Miftahul Jannah no. 200) Catatan Kaki: 1  .Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh para rawi dalam jumlah yang banyak dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta atau kebetulan sama-sama berdusta. Sedang hadits ahad adalah yang selain itu. Ahlussunnah berpendapat bahwa hadits ahad yang shahih harus diterima dan diamalkan. (lihat An Nukat ‘Ala Nuzh-hatinnazhar, hal. 53-57) Sumber :http://asysyariah.com/menghidupkan-sunnah-nabi-yang-kian-terasing/ **** Disebarkan Oleh Happy Islam | Arsip Fawaid Salafy Join Channel Telegram telegram.me/happyislamcom
10 tahun yang lalu
baca 13 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

nasehat bagi penuntut ilmu

NASEHAT BAGI PENUNTUT ILMU DAN DIANTARA TANDA KEIKHLASANNYA Asy-Syaikh Abdurrahmann bin Hasan (penulis Fathul Majid) rahimahullah berkata: "Telah sampai kepada saya bahwa kalian berselisih pada masalah-masalah yang menyeret kepada pertengkaran dan perdebatan. Ini bukan sifat para pencari akhirat. Maka hendaklah kalian beradab dengan adab-adab para penuntut ilmu, carilah pahala dari Allah ketika kalian menuntut ilmu dan ketika mengajarkannya, iringilah ilmu dengan mengamalkannya karena itu merupakan buahnya dan juga merupakan sebab yang membantu untuk mendapatkan tambahannya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar, "Barangsiapa mengamalkan apa yang telah dia ketahui, maka Allah akan mewariskan baginya ilmu yang belum dia ketahui." ⚪️ Juga hendaknya kalian saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan diantara tanda-tanda keikhlasan seorang penuntut ilmu adalah banyak diam dari hal-hal yang tidak bermanfaat baginya, merendahkan diri kepada Rabbnya, tawadhu' kepada hamba-hamba-Nya, bersikap wara' dan beradab, tidak peduli kebenaran nampak melalui ucapannya atau melalui orang lain, tidak suka membela kepentingan pribadinya, tidak suka membanggakan diri, tidak memiliki sifat dengki dan hasad, tidak mengikuti hawa nafsu, dan tidak cenderung kepada perhiasan dunia." Ad-Durarus Saniyyah, juz 4 halaman 349. Majmu'ah al-Multaqas Salafy bid Dakhilah WhatsApp Salafy Indonesia http://forumsalafy.net Nasehat untuk Para Penuntut Ilmu Asy Syeikh Al Utsaimin rohimahullah: Engkau dapati sebagian manusia yang mana Allah telah berikan padanya ilmu yang banyak, tetapi dia seperti orang yang "Ummi" (orang yang tidak bisa membaca dan menulis) Tidak nampak pengaruh ilmu pada: ▪ Ibadahnya ▪ Akhlaqnya ▪ Prilakunya ▪ Mu'malahnya dengan manusia Bahkan dengan ilmunya membuat dia sombong terhadap manusia, bersikap angkuh dan merendahkan mereka. ia tidak tau bahwa Dzat yang memberinya nikmat ilmu adalah Allah, dan kalau Allah berkehendak maka Allah bisa jadikan mereka seperti orang orang yang jahil !! Sumber: http://www.sahab.net/forums/?showtopic=124476 Telegram: https://bit.ly/Berbagiilmuagama
10 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

diantara sebab mendapatkan ilmu

DIANTARA SEBAB MENDAPATKAN ILMU Asy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah berkata: Diantara sebab mendapatkan ilmu adalah: memperbaiki niat, menjaga waktu, dan mengamalkan ilmu yang diketahui Sebagaimana diriwayatkan: “Barangsiapa yang mengamalkan apa yang ia tahu, Allah akan memberikannya ilmu yang belum ia tahu.” Dan bukti hal ini dalam kitabullah subhanahu wa ta’ala, Allah ta’ala berfirman: { ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﻫْﺘَﺪَﻭْﺍ ﺯَﺍﺩَﻫُﻢْ ﻫُﺪًﻯ ﻭَﺁﺗَﺎﻫُﻢْ ﺗَﻘْﻮﺍﻫُﻢْ } “Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya“ (Muhammad: 17) Juga firman Nya: { ﻭَﻳَﺰِﻳﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﻫْﺘَﺪَﻭْﺍ ﻫُﺪًﻯ } “Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk “ (Maryam: 76) Sebab yang tak kalah penting pula adalah: istiqomah dalam bertaqwa dan berusaha menjauhi maksiat. Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman: { ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞ ﻟَّﻪُ ﻣَﺨْﺮَﺟﺎً ﻭَﻳَﺮْﺯُﻗْﻪُ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﺎ ﻳَﺤْﺘَﺴِﺐُ } “Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah maka Allah akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberikan ia rizki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka.“ (At Talaq: 2-3) Maka, terbebas dari kebodohan adalah jalan keluar terpenting yang patut untuk dicari, sebagaimana ilmu adalah rizki terbaik sebagai hasil dari taqwa kepada Allah. Allah ta’ala berfirman: { ﻳِﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﺇَﻥ ﺗَﺘَّﻘُﻮﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞ ﻟَّﻜُﻢْ ﻓُﺮْﻗَﺎﻧﺎً ﻭَﻳُﻜَﻔِّﺮْ ﻋَﻨﻜُﻢْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺗِﻜُﻢْ ﻭَﻳَﻐْﻔِﺮْ ﻟَﻜُﻢْ ﻭَﺍﻟﻠّﻪُ ﺫُﻭ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴﻢِ } “Wahai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan . Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.“ (Al Anfaal: 29 ) Tafsir terbaik dari kata Furqan adalah: apa yang didapatkan oleh seorang hamba berupa cahaya ilmu, yang dengannya ia dapat membedakan antara haq dan bathil. Bermaksiat kepada Allah dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Hal ini dapat dipahami baik dari Al Qur’an dan Sunnah maupun realita. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala { ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺻَﺎﺑَﻜُﻢ ﻣِّﻦ ﻣُّﺼِﻴﺒَﺔٍ ﻓَﺒِﻤَﺎ ﻛَﺴَﺒَﺖْ ﺃَﻳْﺪِﻳﻜُﻢْ ﻭَﻳَﻌْﻔُﻮ ﻋَﻦ ﻛَﺜِﻴﺮٍ} “Dan musibah apapun yang menimpamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)“ (Asy Syura : 30)  .Dan tentu tak diragukan lagi, bahwa dihalangi dari ilmu yang bermanfaat adalah musibah terbesar, dan dalam hadits Nabi bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda: ﺇﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻟﻴﺤﺮﻡ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﺑﺎﻟﺬﻧﺐ ﻳﺼﻴﺒﻪ “Sungguh seorang hamba akan dihalangi dari rizki disebabkan dosa yang ia lakukan“ Sumber: http://binbaz.org.sa/mat/8297 ―――――――――――― Edisi Muraja'ah Syabab Ashhabus Sunnah ✫ ✫ ✫ ✫ ✫ ✫ ✫ ✫ ✫ 🖥 https://telegram.me/ashhabussunnah 🖥 www.ittibaus-sunnah.net 🔻أصحاب السنة 🎯 ASHHABUS SUNNAH✪
10 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

petikan nasehat syaikh ibn baz agar khusyu dalam shalat

 .Petikan Nasehat Syaikh Ibn Baz Agar Khusyu Dalam Shalat Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: "Wajib atas kalian wahai muslimin untuk bertakwa kepada Allah di setiap urusan kalian pada umumnya dan di shalat kalian pada khususnya. Hendaknya kalian menegakkan shalat dan menjaganya. Menjaganya dari segala yang membatalkannya atau segala yang mengurangi kesempurnaannya. 🔰Seperti misalnya: Mengakhir-akhirkan shalat dari waktu yang utama tanpa ada udzur syar'i. 🔰Atau merasa berat untuk menunaikannya bersama jama'ah di masjid. 🔰Atau mengerjakan shalat tanpa khusyu. 🔰Atau lalai untuk menghadirkan hati terhadap keagungan Dzat yang dirinya ada di Kedua Tangan-Nya. 🔰Juga hatinya lalai dari mentadabburi kalam-Nya. 🔰Dan lalai ketika bermunajat kepada-Nya, seperti sibuk dengan perkara-perkara di luar gerakan shalat. 🔰Atau melakukan gerakan-gerakan yang tidak syar'i di dalam shalat, seperti berbuat sebagian perbuatan yang sia-sia misalnya 🔰banyak memperbaiki pakaiannya baik mengangkat dan menggulung. 🔰Memandang-mandang kepada jam tangan. 🔰Atau mengusap-usap jenggotnya. Dan yang semisal itu setelah perkara yang tidak boleh untuk dilakukan. Semuanya ini bisa melenyapkan kekhusyuan. Khusyu adalah inti dari shalat dan ruhnya shalat. Pengaruh khusyu juga merupakan sebab diterimanya shalat, kurangnya dan lemahnya kualitas shalat." (Silahkan lihat Rasail fi Shalat-Syaikh Ibn Baz, hal 20, cet. Darul Istiqamah 2012) ➖➖➖ Wa Sedikit Faidah Saja (SFS) || Arsip lama Wa SFS, INdiC dan INONG terkumpul di catatankajianku.blogspot.com www.ittibaus-sunnah.net
10 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

semangat ta'awun dalam membina umat

SILAKAN DENGARKAN AUDIONYA APA NASEHAT &. SARAN UNTUK KAMI YANG TINGGAL DI LINGKUNGAN MA'HAD? | DALAM TA'AWWUN KADANG MUNCUL SIKAP EMOSIONAL ANTARA SENIOR & JUNIOR, SOLUSINYA ? Disampaikan Oleh: Al-Ustadz Muhammad Afifuddin as-Sidawy حفظه الله تعالى ( Transkrip ) 💡🔦 Tolong nasihat dan saran kepada kami yang hidup di lingkungan ma’had ketika dulu belum ada, Alhamdulillah sekarang sudah ada ma’had. 👍🏻 Masya Allah, bagus! 👍🏻 Bagus ya ikhwan! {1⃣} Nasihat yang pertama ialah merapat ke lingkungan yang bagus, apa lagi sekarang lingkungannya Allahulmusta’an terlalu banyak perkara-perkara yang tidak bagus di luar sana. 💎 Orang yang baik akan berupaya merapat kepada lingkungan yang bagus, mencari bhi'ah sholihah, lingkungan yang baik hadza awwala. {2⃣} Yang kedua ditumbuhkan semangat ukhuwah, semangat persaudaraan di kalangan para ikhwah-ikhwah yang ada di lingkungan pesantren, antara  pengurus antara santri antara para mutazawwijin para ikhwan para akhwat ditumbuhkan semangat ukhuwah islamiyah didalamnya. 🌾 Ditumbuhkan semangat yang namanya taawun tadi alal birri wa taqwa barakallahufiikum. Sehingga muncul sebuah lingkungan yang baik, yang shalih yang islami yang nyaman yang bagus yang bersaudara di atas bimbingan yang benar alal Kitab wa Sunnah dengan pemahaman shalaful ummah. Barakallahufiikum. 💫💢 Ditinggalkan segala bentuk asbab-asbab perselisihan dan segala macamnya ya ikhwan, ini sangat bagus sekali. Bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla ketika sudah ada ma’had lingkungan pesantren. 🏠❌❔ Yang dulu ketika tidak ada ma’had pusing memikirkan lingkungan sebelah yang ada. Keluar rumah masuk rumah pemandangannya tidak nyaman, begitu ada pondok pesantren ribut. Kan tidak lucu, itu namanya orang-orang yang kerdil tidak berjiwa besar. Makanya tumbuhkan ukhuwah dibesarkan pondok yang ada. Barakallahufiikum, didukung dimotivasi ditumbuhkan semangat ukhuwah tasyawur taawun taakhi wa ha kadza. 🔎🔐 Naam ya ikhwan, contoh Rasul dan para Shahabatnya ketika itu ya ikhwan. 🎯 Dalam ta’awun kadang muncul sikap emosional karena orang yang muda-muda besar semangatnya tapi kurang kurang sabarnya. Yang tua-tua lebih banyak pengalamannya sehingga cenderung memaksakan pendapatnya, mestinya kan disinergikan ya ikhwah. Bersinergi antara tua dan muda, kompisisi yang bagus, tuwek kabeh tidak ada regenerasi muda semuanya rawan, minim pengelaman. 🏨 Ketika di sebuah tempat ada generasi tua ada generasi muda, bagus! Disinergikan! Makanya menggunakan prinsip ta’awun yang jelas, semua tidak kembali kepada yang tua atau yang muda, kembali kepada Al haq, Al Kitab wa Sunnah dengan pemahaman salaf. ⏳ Ketika ada perkara yang dibahas, dimusyawarahkan, antum jangan mikiri suara terbanyak, atau yang tua atau yang paling muda. Tidak! Semuanya menyampaikan idenya, menyampaikan idenya, digodok dan dicari yang sesuai dengan Al quran dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. Kalau semua sesuai dicari yang paling maslahat untuk dakwah di tempat anda. Fahimtum? ✅ Terkadang pendapat yang muda yang di ambil, nah pas. Ada kalanya yang tua diambil karena cocok. Ada kalanya digabungkan dua pendapat tadi sesuai dengan keadaannya. Paham insya Allah ya? 💥 Untuk mengatasi emosional tadi, barakallahufiikum dengan cara luruskan niat. Niat anda itu ❌pengen dapat nama, ❌ dapat kemasyhuran ❌prestise ❌atau apa? 🔓Yang namanya ta’awun untuk ibadah kepada Allah melaksanakan perintah lillah hita’ala. Sehingga kalau misalkan pendapat anda tidak diterima jangan langsung nesu, jangan marah-marah. Jangan merasa dilecehkan karena antum tidak punya niatan apapun ya ikhwan. Fahimtum? 🌺 Ikhlaskan niat yang tulus niatnya. Harus sabar berjiwa besar barakallahufiikum. Jadi kalo menurut saya malah bagus, komposisinya tepat ada yang muda ada yang tua, sehingga di sinergikan. Allahuta’ala alam bish shawab. Sumber : 📅 Tanya jawab Dauroh "Semangat Ta’awun Dalam Membina Ummat” | Sabtu, 18 Muharrom 1436 H / 31 Oktober 2015 M di Masjid Aisyah, Talok, Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. 📥 Unduh audionya di   http://bit.ly/1Q1kyTw  Dipublikasikan Pada : Rabu 22 Muharram1437H / 04 November 2015M Jam 18:24wib 📚 Tholibul Ilmi Cikarang
10 tahun yang lalu
baca 4 menit